Jumat, 07 November 2008

Seimbangkan Body, Mind, dan Mood

SESEORANG dapat mencapai potensi diri optimal manakala terdapat keseimbangan antara body, mind, dan mood.

Baru dua hari tinggal di Jakarta, Dina, 25, sudah uringuringan. Gadis asal Sleman, Yogyakarta, ini merasa tak nyaman dengan kemacetan yang mengakrabi hampir setiap sudut jalan raya Ibu Kota. "Aku tinggal di rumah saudara di Tangerang. Pas mau tes kerja di Mampang (Jakarta Selatan) harus tiga kali ganti bus, dan tiga kali pula kena macet lumayan panjang. Duh, jadi hilang mood kerja di Jakarta," tuturnya dengan nada kesal.

Bagi kaum urban yang belum terbiasa dengan hiruk-pikuk dan dinamisnya kehidupan di kota besar seperti Jakarta, kepenatan pasti melanda. Namun, hal ini tak lantas jadi harga mati karena toh manusia dibekali kemampuan untuk beradaptasi. Namun, penyesuaian diri ini juga akan sulit tercapai jika yang bersangkutan masih belum mampu memosisikan tubuh, jiwa, dan pikirannya sendiri secara sehat dan seimbang. Dengan kata lain, manusia harus sehat secara utuh dan menyeluruh (holistik).

Praktisi penyembuhan holistik, Reza Gunawan, mengemukakan, keselarasan antara body (tubuh), mind (pikiran), dan mood (semangat) adalah kunci hidup bahagia. "Kita harus menyadari bahwa merawat keselarasan ini adalah tanggung jawab kita sepenuhnya," ucapnya.

Tubuh yang sehat misalnya, dapat dipertahankan melalui nutrisi, olahraga, dan istirahat cukup. Adapun jiwa yang sehat dan bersemangat bisa digapai antara lain melalui sikap ikhlas, tenteram, dan pasrah. Sayangnya, jalan menuju sikap ikhlas ini kerap berbenturan dengan keinginan atau ego pribadi.

Untuk itu, pimpinan True Nature Holistic Healing itu menyarankan untuk "berlatih" menjadi manusia ikhlas. Artinya, manusia diwajibkan berusaha, tapi manakala kenyataan tak sesuai keinginan atau harapan, belajarlah menerimanya dengan ikhlas. Contoh nyata yang sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari misalnya kita mengharapkan rekan kerja yang adil, tapi ternyata kita dicurangi dan tentunya menjadi berang. Jika belum bisa memaafkan orang yang mencurangi kita, cobalah memaafkan perilakunya itu.

"Bila tetap belum bisa memaafkan juga, minimal kita ikhlas bahwa kita sedang marah. Kalau tak kunjung berhasil, berarti kita harus ikhlas menyadari bahwa kita belum menjadi pribadi yang ikhlas. Jadi, latihlah keikhlasan dari hal yang paling mudah dulu," papar Reza dalam talkshow "Jadi 100% Kamu", sebuah program kampanye yang diluncurkan minuman isotonik Mizone, di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Ikhlas adalah kunci ketenangan hati. Dengan menyadari sepenuhnya bahwa tiada yang kekal di dunia ini dan segala sesuatu pasti berubah, maka kita tidak akan terlalu tegang menghadapi apa pun. Dengan begitu terhindar dari stres yang sifatnya negatif (distress). Hal yang tampak sepele seperti melatih pernapasan dan mengistirahatkan pikiran penting dilakukan.

"Situasi dan kondisi yang tidak menguntungkan dalam kehidupan sehari-hari janganlah selalu dianggap sebagai masalah yang harus dihadapi dengan kondisi tertekan (distress) karena dapat menurunkan kualitas hidup," komentar konsultan kejiwaan dari FKUI/RSCM Jakarta Dr Suryo Dharmono SpKJ(K).

Terkait stres, rasanya tak ada manusia di dunia ini yang tak pernah mengalaminya. Boleh dikatakan, stres adalah "bumbu" kehidupan yang tidak dapat dielakkan. Apalagi bagi individu yang hidup dalam kehidupan urban metropolitan, seperti Jakarta yang serba-cepat ritmenya. Tak jarang, rutinitas kerja di kantor atau mobilitas yang tinggi membawa kepenatan tersendiri.

Konsultan karier, Rene Suhardono, mengungkapkan tiga jurus ampuh agar dapat menjalani hidup berkualitas meski beban kerja menghimpit. Tiga jurus tersebut adalah passion (mind), motivation (mood), dan action (body). Passion terkait erat dengan mind, yang esensinya adalah mengerti apa yang penting dalam hidup kita dan apa yang akan kita lakukan untuk mendapatkannya.

Selanjutnya, motivation terkait dengan pikiran positif, dalam arti kita harus senantiasa menjaga mood tetap positif. Sementara peranan body yang dimaksud Rene adalah mengacu pada action, yakni bagaimana kita mempersiapkan tubuh kita dalam menyabet setiap kesempatan untuk mencapai apa yang kita inginkan. "Kebahagiaan dan perasaan terpenuhi berakar pada kemauan kita untuk menjadi 100% diri kita sendiri! Pahami diri kita sendiri, cari tahu apa yang kita inginkan dalam hidup, dan bagaimana kita dapat mencapainya," kata Rene.
(sindo//tty)

sumber : okezone.com

Kenali Beberapa Pemicu Bayi Besar

BADAN yang subur acap kali dijadikan salah satu indikator kemakmuran seseorang. Demikian halnya anggapan yang salah di kalangan masyarakat yang kerap menganggap anak gemuk itu lucu dan sehat. Padahal tidak demikian, kelebihan berat badan (overweight) apalagi obesitas saat ini sudah menjadi sebuah epidemi global yang perlu segera diatasi dan dicegah karena dapat menyebabkan beragam masalah kesehatan.

Tak hanya pada orang dewasa, kegemukan yang terjadi sejak masa kanak-kanak dapat menyuramkan kondisi kesehatan si anak pada kemudian hari. Dengan kata lain, anak yang kegemukan sejak kecil diprediksi bakal lebih cepat mengalami gangguan kesehatan. Sejumlah studi bahkan menyimpulkan, anak-anak yang kelebihan berat badan sejak usia kurang dari 10 tahun akan menghadapi ancaman stroke pada usia 40, bahkan bisa dimulai sejak usia 30. Cukup menyeramkan kan?

Nah, terkait janin besar, memang ada kemungkinan si bayi mencapai berat badan normal seiring pertumbuhannya. Namun, perlu dipahami bahwa bobot janin yang terlampau besar merupakan kondisi yang tidak baik bagi janin maupun ibunya. Kendati rata-rata berat normal bayi baru lahir adalah 3,2 kilogram, ras yang berbeda bisa melahirkan bayi dengan berat berbeda pula. Di Indonesia, bayi lahir dengan berat 4 kg terbilang besar, tapi di Amerika atau Pakistan misalnya, ukuran 4-5 kg bisa dianggap wajar.

Kondisi bayi dengan berat lahir berlebih atau abnormal diistilahkan dengan fetal macrosomia. Ini sering terjadi pada anak dengan ibu diabetes, atau mereka dengan gigantisme serebral. Saat hamil, gula darah memang cenderung meningkat.

Kadar gula darah yang tidak terkontrol inilah yang dapat memicu pertumbuhan janin menjadi besar.

"Wanita diabetes harus berhati-hati saat mengandung. Gula darah harus selalu dipantau, dietnya juga diatur, kalau perlu minum obat untuk mengontrol kadar gula darah agar tetap stabil," saran spesialis kebidanan dan kandungan dari Brawijaya Women and Children Hospital dr Nugroho Kampono SpOG(K).

Macrosomia juga bisa terjadi pada kelahiran yang belum cukup umur. Misalkan, bayi yang terlahir pada usia 7 bulan kehamilan, tapi beratnya sudah mencapai 3-4 kilogram. Badannya mungkin terlihat besar, tapi organ tubuhnya belum matang. Akibatnya, bisa jadi pernapasan bayi tidak berkembang atau timbul hipoglikemi (kadar gula darah turun drastis).

Demikian halnya usia kehamilan yang terlalu lama (41 minggu atau lebih) dan kehamilan kembar juga meningkatkan risiko macrosomia. Bila bumil punya riwayat melahirkan bayi macrosomia sebelumnya, maka ia berisiko 5-10 kali lebih tinggi untuk kembali melahirkan bayi macrosomia dibandingkan wanita yang belum pernah melahirkan bayi macrosomia.

Lebih jauh, aspek genetik juga diduga turut berperan. Orangtua yang tinggi dan gemuk tentunya lebih berpeluang melahirkan bayi berukuran besar pula. Bumil dengan berat badan berlebih, baik sebelum hamil ataupun pertambahan berat badan yang pesat selama kehamilan, juga perlu memantau dan mengendalikan bobot tubuhnya. Pasalnya, wanita obesitas berisiko lebih besar melahirkan bayi berbobot besar. Data menyebutkan, sekitar 15-30 persen wanita yang melahirkan bayi macrosomia memiliki bobot 90 kilogram atau lebih.

Lantas, apa yang sebaiknya dilakukan? Hal terbaik adalah melakukan perencanaan pola makan dan asupan gizi semasa hamil yang dikonsultasikan ke ahli gizi. Karena itu bisa disesuaikan dengan kondisi masing-masing bumil. Selain itu, lakukan pengendalian diri dengan tidak mengonsumsi makanan berpengawet dan berpewarna buatan.

"Pada kehamilan trimester pertama, sebaiknya bumil tidak melakukan diet atau mengurangi makan. Apalagi hamil tiga bulan pertama biasanya kecenderungan mual dan muntah. Jadi, ibu bisa makan apa yang dia selera dan tidak membuat mual atau muntah. Trimester pertama juga merupakan masa aktif pembelahan sel sehingga bumil perlu energi yang mencukupi," saran spesialis Kebidanan dan Kandungan dari RS Hermina Jakarta, dr Arju Anita SpOG.
(sindo//tty)

sumber : okezone.com

Hamil Kegemukan, Hati-Hati Bayi Besar!

SAAT hamil setiap wanita mengalami kenaikan berat badan. Namun perlu diingat, pertambahan bobot jangan lebih dari 18 kg. Apa pasal?

Jika Anda tengah hamil saat ini, segeralah menimbang berat badan. Apakah masih dalam batas normal? Sejatinya tak ada patokan baku perihal seberapa kenaikan bobot ibu semasa hamil. Dengan kata lain, setiap ibu hamil (bumil) dapat mengalami kenaikan berbeda-beda.

Akan tetapi, hasil penelitian terbaru di Amerika menganjurkan agar bumil memantau kenaikan berat badannya supaya tidak lebih dari 18 kilogram. Pasalnya, jika lebih dari itu, dia berisiko dua kali lipat melahirkan bayi besar. Adapun yang dimaksud dengan bayi besar menurut Asosiasi Kebidanan dan Kandungan Amerika adalah bayi dengan berat 4 kilogram atau lebih. Sedangkan WHO menyebutkan, rata-rata berat badan bayi sehat dan normal saat dilahirkan adalah 3,2 kilogram.

Dalam penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal Kebidanan dan Kandungan tersebut, peneliti melibatkan partisipan lebih dari 40.000 wanita Amerika dan bayinya. Setelah dianalisis, diperoleh data bahwa satu dari lima wanita mengalami peningkatan bobot berlebih semasa hamil, yang membuatnya berisiko dua kali lipat melahirkan bayi besar.

Kasus diabetes gestasional (diabetes yang disebabkan kehamilan) juga kerap menjadi penyebab bayi terlahir dengan berat badan berlebih. Namun, fakta lain dalam penelitian ini mengungkap bahwa bumil yang mengalami peningkatan lebih dari 18 kilogram tetap berpotensi melahirkan bayi besar sekalipun dia tidak mengidap diabetes gestasional.

"Mengingat banyaknya wanita yang mengalami kenaikan bobot lebih dari 18 kilogram saat hamil, maka anjuran untuk menghindari kegemukan semasa hamil merupakan pesan kesehatan yang penting untuk disebarluaskan," ujar Dr Teresa Hillier, salah seorang staf peneliti dari Kaiser Permanente Center for Health Research di Portland, Oregon.

Hillier menegaskan, bumil yang mengalami peningkatan bobot berlebih berisiko lebih tinggi memiliki bayi besar, yang juga berarti risiko si bayi kelak tumbuh dengan masalah kelebihan berat badan ataupun obesitas. Bagi bumil, janin yang terlampau besar berisiko mempersulit proses kelahiran, seperti meningkatkan kemungkinan perobekan atau perdarahan vagina, serta kemungkinan harus melahirkan lewat operasi caesar. Sementara si janin sendiri berisiko mengalami "macet" di bahu atau patah tulang selangka saat proses kelahiran.

Pada penelitian tersebut, Hiller dan timnya menganalisis data rekam medis dari 41.540 wanita yang melahirkan di Washington, Oregon, dan Hawai dalam kurun waktu 1995-2003. Seluruhnya terdeteksi mengalami diabetes gestasional dan sebanyak 5,4 persen di antaranya ditangani melalui program diet, olahraga, dan bila perlu diberikan insulin untuk mengontrol kadar gula darah.

Secara keseluruhan, sebanyak 20 persen bumil yang berat badannya naik lebih dari 18 kilogram melahirkan bayi besar. Sementara bumil dengan peningkatan bobot badan normal yang melahirkan bayi besar jumlahnya hanya kurang dari 12 persen.

Kelompok paling berisiko tinggi adalah bumil yang mengalami peningkatan berat badan lebih dari 18 kg sekaligus mengidap diabetes gestasional, yang mana hampir 30 persen dari kelompok ini melahirkan bayi besar. Sementara bumil berbobot normal sekaligus diabetes yang melahirkan bayi besar jumlahnya hanya berkisar 13,5 persen.

Peneliti mengungkapkan, temuan ini menganjurkan wanita harus menghindari peningkatan bobot berlebih selama hamil dan bumil yang didiagnosis mengalami diabetes gestasional, juga harus berupaya menjaga peningkatan berat badan tidak lebih dari 18 kilogram.

Kasus naiknya bobot badan selama kehamilan memang terus meningkat selama dua dekade terakhir, dan peneliti menduga hal tersebut kemungkinan terkait epidemi obesitas yang terjadi sejak masa kanak-kanak.
(sindo//tty)

sumber : okezone.com

Insomnia Kronis Pengaruhi Kejiwaan

WALAU tampak sepele, gangguan sulit tidur dapat menurunkan kualitas hidup seseorang.

Pada fase tertentu, terapi obat-obatan mungkin saja diperlukan. Ada orang yang amat mudah tertidur di mana pun dan kapan pun sehingga muncul sebutan "muka bantal" atau pelor alias nempel molor. Sebaliknya, tidak sedikit orang yang mengeluh kesulitan terlelap alias insomnia. Betapa pun dia berusaha, mata tak kunjung terpejam atau hanya mampu tidur sejenak dan lekas terbangun lagi.

Bagi golongan ini, tidur tidak ubahnya barang mewah, perlu perjuangan ekstra untuk menikmatinya. Bagi sebagian orang, insomnia mungkin dipandang sebagai gangguan tidur biasa. Padahal, mereka yang mengalaminya mungkin saja merasa telah "dirugikan". Bagaimana tidak, kurang tidur pada malam hari misalnya, dapat membuat orang merasa mengantuk, lemas, dan tidak bugar pada pagi hari. Efeknya, terutama bagi kaum pekerja, adalah menurunnya produktivitas dan kualitas hidup secara keseluruhan. Pemanfaatan waktu sepanjang hari pun menjadi kurang optimal.

Menurut data yang dilansir www.cureresearch.com, prevalensi insomnia di Indonesia berkisar 10 persen. Dengan kata lain, kurang lebih 28 juta dari total 238 juta penduduk Indonesia menderita insomnia. Hal ini tidak jauh berbeda dengan penuturan psikiater FKUI, dr Nurmiati Amir SpKJ, yang mengungkapkan angka kejadian insomnia di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun, yakni sekitar 2,2 juta.

Nurmiati atau yang akrab disapa Titi berujar, secara singkat insomnia diartikan sebagai kesulitan tidur atau mampu tertidur, tapi terbangun dengan kondisi tidak segar seperti mengantuk, badan lemas, dan tidak bersemangat.

"Jadi, bila Anda mengalami kesulitan tertidur saat masuk waktu tidur, sering terbangun dan sulit tertidur lagi, bangun tidur terlalu cepat, atau merasa tidak nyaman saat bangun tidur, mungkin saja Anda terkena insomnia," sebut Titi saat peluncuran obat insomnia Rozerem (Ramelteon), di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Tak hanya berkurangnya stamina pada siang hari, insomnia sejatinya dapat memengaruhi aspek fisik dan psikis seseorang. Hal ini terkait faktor penyebab atau pencetus insomnia itu sendiri. Secara fisik, seseorang yang menderita penyakit jantung, muskuloskeletal, ataupun komplikasi diabetes mellitus, bisa mengalami insomnia.

Demikian halnya dari segi mental (psikis), stres dan cemas berkepanjangan serta depresi dapat memicu insomnia (atau sebaliknya). Gangguan psikosis seperti skizofrenia juga dapat membuat pengidapnya merasa terancam, takut, atau bertindak sesuka hati dan berhalusinasi sehingga membuatnya betah terjaga (tidak tidur). Hal yang sama terjadi pada para pencandu narkotika dan zat adiktif lainnya.

Mengingat penyebabnya yang beragam, penanganan insomnia (terutama yang sudah bersifat kronis) perlu dilakukan secara terpadu. Ketua Umum Pimpinan Pusat Persatuan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PPPDSKJI), Prof Dr HM Syamsulhadi SpKJ(K), menyebutnya dengan istilah terapi bio-psiko-sosio-spiritual.

Bio mengacu pada terapi dengan obat-obatan, menjaga higienisitas saat tidur, serta menghindari zat-zat yang memengaruhi otak seperti alkohol dan rokok. Adapun psiko dimaksudkan membebaskan jiwa dan pikiran dari segala masalah pribadi atau sosial yang meresahkan pikiran. Sementara itu, terapi sosio- spiritual dilakukan dengan berupaya memperbaiki lingkungan dan kehidupan rohani menjadi lebih baik.

Jika insomnia yang muncul dipicu penyakit kronis tertentu, misalnya (insomnia sekunder), maka yang harus dilakukan adalah mengobati penyakit utamanya (primer) dulu.
(sindo//tty)

sumber : okezone.com

Kamis, 06 November 2008

Sering Konsumsi Suplemen Bisa Sebabkan Batu Ginjal

TIDAK salah jika Anda mengonsumsi suplemen atau juga makanan dan minuman yang mengandung Vitamin C dosis tinggi. Tidak salah karena makanan itu berguna untuk tubuh. Masalahnya, jika terlalu sering, Anda bisa terserang penyakit batu ginjal. Penyakit yang satu ini bisa membuat aktivitas dan kualitas hidup Anda menurun.

Ginjal berfungsi sebagai filter untuk membersihkan darah/cairan lainnya agar bahan-bahan kimia yang terkandung dalam darah atau cairan tubuh tidak beredar ke seluruh tubuh. Kotoran yang tersaring akan dikeluarkan melalui ginjal bersama air seni. Namun, karena tak semua kotoran terbawa oleh urin, sisa kotoran itu akan mengendap. Jika endapan itu tidak dikeluarkan, endapan itu akan menetap di ginjal atau berpindah ke kandung kemih. Endapan tersebut bisa menghasilkan kristal. Kristal tersebut akan menghambat saluran kemih (kalkulus uriner), pendarahan, penyumbatan aliran kemih dan bahkan infeksi.

Terbentuknya batu bisa terjadi karena air kemih jenuh dengan garam-garam yang dapat membentuk batu atau karena air kemih kekurangan penghambat pembentukan batu yang normal. Sekitar 80 persen batu terdiri dari kalsium. Sisanya mengandung berbagai bahan, termasuk asam urat, sistin dan mineral struvit.

Faktor Penyebab

Faktor utama timbulnya penyakit batu ginjal adalah pola hidup yang tidak sehat. "Pada masa remaja kita terkadang memaksimalkan pertumbuhan, minuman untuk kesehatan tulang atau bahkan minuman bervitamin C tinggi agar bisa tetap fit. Padahal jika dilakukan terlalu sering akan mengakibatkan infeksi pada ginjal dan mengakibatkan batu," terang dr Maftahul Alam dari RS Mitra Keluarga, Kelapa Gading, Jakarta Utara. Yang rentan terkena penyakit ini adalah remaja hingga orang dewasa (usia 20-45 tahun).

Selain makanan atau minuman suplemen, faktor penyebab yang lain adalah makanan yang bisa menyebabkan asam urat, sebut saja jeroan sapi, kambing, dan lain sebagainya. Makanan ini banyak mengandung enzim yang bisa menimbulkan endapan pada ginjal. Faktor lain adalah diet ketat. Pada umumnya orang menjalankan diet ketat supaya langsing. Masalahnya, diet ketat seperti itu bisa menimbulkan kristal pada ginjal. Kurang minum dan menahan kencing juga bisa menjadi pemicu batu ginjal.

Gejala

Gejala batu ginjal, antara lain pinggang terasa nyeri dan pegal-pegal. Kadang-kadang penyakit ini tidak menimbulkan keluhan. Rasa sakit akan timbul bila batu merusak jaringan atau terbawa ke saluran kemih hingga menyumbatnya. Batu pada ginjal, terutama yang kecil, bisa tidak menimbulkan gejala. Rasa sakit yang ditimbulkan oleh batu ginjal terasa berbeda tergantung letak batu tersebut. Jika batu masih menyumbat ureter, pelvis renalis, maupun tubulus renalis bisa menyebabkan nyeri punggung atau kolik renalis (nyeri kolik yang hebat). Namun, gejala pada umumnya adalah mual dan muntah, perut menggelembung, demam, menggigil, dan darah di dalam air kemih. Penderita mungkin menjadi sering berkemih, terutama ketika batu melewati ureter.

Menurut dr Alam, kolik renalis ditandai dengan nyeri hebat yang hilang-timbul di daerah antara tulang rusuk dan tulang pinggang yang menjalar ke perut, daerah kemaluan, dan paha sebelah dalam. Batu bisa menyebabkan infeksi saluran kemih. Jika batu menyumbat aliran kemih, bakteri akan terperangkap di dalam air kemih sehingga terjadi enfeksi. Batu struvit (campuran dari magnesium, amonium dan fosfat) juga disebut "batu infeksi" karena batu ini hanya terbentuk di dalam air kemih yang terinfeksi.

Batu yang masih kecil dan hanya berada di saluran kemih biasanya tidak terlalu berbahaya. Akan berbahaya jika batu tersebut membesar dan menyumbat saluran kencing. Bila batu ini agak besar dan menyumbat, sumbatan tersebut dapat menahan air seni. Jika tidak segera diobati, bisa terjadi pembengkakan pada ginjal yang akan menimbulkan rasa sakit yang amat sangat. Bila sampai parah, penderita bisa muntah-muntah.

Ukuran batu bervariasi, mulai dari yang tidak dapat dilihat dengan mata telanjang sampai yang sebesar 2,5 cm atau lebih. Batu yang besar disebut "kalkulus staghorn". Batu ini bisa mengisi hampir keseluruhan pelvis renalis dan kalises renalis. Jika penyumbatan ini berlangsung lama, air kemih akan mengalir balik ke saluran di dalam ginjal. Jika demikian, terjadi penekanan yang akan menggelembungkan ginjal (hidronefrosis) dan selanjutnya bisa merusak ginjal.

Pengobatan

Dulu, operasi merupakan jalan satu-satunya untuk menghilangkan batu. Minum banyak air dan obat, baik tradisional maupun medis, tak cukup. Operasi masih merupakan jalan terbaik untuk mengeluarkan batu penyumbat ginjal. Tapi sekarang berbeda. Operasi hanya dilakukan jika batu memang memenuhi dinding ginjal dan tidak bisa ditempuh dengan cara lain.

Pada saat ini, pengobatan tergantung pada letak batu yang mengganjal. Batu kecil yang tidak menyebabkan gejala, menyumbatan atau infeksi, biasanya tidak perlu diobati. Hanya dengan meminum banyak cairan untuk meningkatkan pembentukan air kemih. Jika batu telah terbuang, tidak perlu pengobatan lagi. Kolik renalis atau bagian ureter paling atas yang berukuran 1 cm atau kurang seringkali bisa dipecahkan dengan gelombang ultrasonik (extracorporeal shock wave lithotripsy, ESWL).

ESWL adalah terapi penghancuran batu (ginjal) dengan gelombang kejut (shock wave) yang ditransmisi dari luar tubuh. Ribuan gelombang kejut ditembakkan ke batu ginjal sampai hancur. Pecahan batu selanjutnya akan dibuang dalam air kemih. ESWL adalah sebuah terapi yang tidak memerlukan pembedahan atau memasukkan alat ke dalam tubuh pasien. Sementara batu kecil di dalam ureter bagian bawah bisa diangkat dengan endoskopi yang dimasukkan melalui uretra ke dalam kandung kemih.

Sumber : http://lifestyle.okezone.com/